Minggu, 18 Oktober 2015

Membuat Kalimat

Kalimat
Kalimat adalah satuan terkecil dari bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan dan terdiri dari rangkaian kata yang memiliki/mengandung makna atau suatu pesan tertentu. Kalimat yang baik dan benar mengandung unsur-unsur kalimat yang terdiri dari Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Keterangan (K), dan Pelengkap (P). Agar bisa membuat kalimat yang baik dan benar, kita harus mengerti pengertian dan fungsi dari unsur-unsur kalimat.
       I.            Unsur-Unsur Kalimat
Suatu kalimat terdiri dari beberapa unsur antara lain :
1. Predikat (P)
Predikat dalam pandangan aliran struktural dianggap unsur yang paling penting dan merupakan inti kalimat. Predikat dalam bahasa Indonesia bisa berwujud kata atau frasa verbal, adjektival, nominal, numeral, dan preposisional.
Perhatikan beberapa contoh kalimat di bawah ini:
a. Yasmina duduk-duduk di ruang tamu.
b. Anda dan saya tidak harus pergi sekarang.
c. Letusan Gunung Merapi keras sekali.
d. Makanan itu mahal.
e. Ayah saya guru bahasa Indonesia.
f. Anda guru?
g. Anak kami tiga .
h. Peserta audisi itu puluhan ribu orang.
i. Dia dari Medan
j. Pak Nurdin ke Saudi.
Pada sepuluh kalimat di atas, terdapat bagian yang dicetak miring. Ada yang berbentuk kata maupun frasa (lebih dari satu kata). Kata atau frasa yang dicetak miring tersebut berfungsi sebagai predikat.
Kalimat a dan b adalah contoh kalimat dengan predikat berkategori verbal, disebut kalimat verbal. Kalimat c dan d adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori adjektival, disebut kalimat adjektival. Kalimat e dan f adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori nominal, disebut kalimat nominal. Kalimat g dan h adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori numeral, disebut kalimat numeral. Kalimat i dan j adalah contoh kalimat dengan predikat berkatagori preposisional, disebut kalimat preposisional.

2. Subjek (S)
Disamping predikat, kalimat umumnya mempunyai unsur yang berfungsi sebagai subjek. Dalam pola kalimat bahasa Indonesia, subjek biasanya terletak sebelum predikat, kecuali jenis kalimat inversi. Subjek umumnya berwujud nomina, tetapi pada kalimat-kalimat tertentu, katagori lain bisa juga mengisi kedudukan subjek.
Pada sepuluh contoh kalimat di atas, kata atau frasa Yasmina, Anda dan saya, letusan Gunung Merapi, makanan itu, ayah saya, anak kami, peserta audisi itu, dia, dan Pak Nurdin berfungsi sebagai subjek. Subjek yang tidak berupa nomina, bisa ditemukan pada contoh kalimat seperti ini:
1. Merokok merupakan perbuatan mubazir.
2. Berwudlu atau bertayamum harus dilakukan sebelum sholat.
3. Tiga adalah sebuah angka.
4. Sakit bisa dialami semua orang.

3. Objek (O)
Objek bukan unsur wajib dalam kalimat. Keberadaanya umumnya terletak setelah predikat yang berkatagori verbal transitif. Objek pada kalimat aktif akan berubah menjadi subjek jika kalimatnya dipasifkan. Demikian pula, objek pada kalimat pasif akan menjadi subjek jika kalimatnya dijadikan kalimat aktif. Objek umumnya berkatagori nomina.
Berikut contoh objek dalam kalimat:
a. Dr. Ammar memanggil suster Ane.
b. Adik dibelikan ayah sebuah buku.
c. Kami telah memicarakan hal itu
Suster ane, ayah, sebuah buku, dan hal itu pada tiga kalimat di atas adalah contoh objek. Khusus pada kalimat b. Terdapat dua objek yaitu ayah (objek 1) dan sebuah buku (objek 2)

4. Pelengkap (PEL)
Pelengkap atau komplemen mirip dengan objek. Perbedaan pelengkap dengan objek adalah ketidakmampuannya menjadi subjek jika kalimatnya yang semula aktif dijadikan pasif. Perhatikan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di bawah ini. Kata-kata tersebut berfungsi sebagai pelengkap bukan objek.
Contoh:
a. Indonesia berdasarkan Pancasila
b. Ardi ingin selalu berbuat kebaikan
c. Kaki Cecep tersandung batu.

5. Keterangan (K)
Unsur kalimat yang tidak menduduki subjek, predidkat, objek, maupun pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi keterangan. Berbeda dengan O dan PEL. yang pada kalimat selalu terletak dibelakang P, unsur yang berfungsi sebagai keterangan (K) bisa terletak di depan S atau P.
Contoh:
a. Di perpustakaan kami membaca buku itu.
b. Kami membaca buku itu di perpustakaan.
c. Kami /di perpustakaan/ membaca buku itu.
d. Tono mencabut paku dengan tang.
e. Dengan tang Tono mencabut paku.
f. Tono /dengan tang/ mencabut paku.
Pada enam kalimat di atas, tampak bahwa frasa di perpustakaan dan dengan tang yang berfungsi sebagai keterangan mampu ditempatkan di awal maupun di akhir. Khusus jika ditempatkan antara S dan P, cara membacanya (intonasi) harus diubah sedemikian rupa (terutama jeda) agar pemaknaan kalimat tidak keliru.
Dilihat dari bentuknya, keterangan pada sebuah kalimat bisa dikenali dari adanya penggunaan preposisi dan konjungsi (di, ke, dari, kepada, sehingga, supaya, dan sejenisnya.). Akan tetapi, tidak semua keterangan berciri demikian, ada pula keterangan yang berbentuk kata, seperti pada contoh berikut:
a. Kami telah mengengoknya kemarin.
b. Tiga tahun kami telah bekerja sama dengannya.
     II.            Pola Kalimat
Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja. Sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku.
Berdasarkan keterangan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalimat dasar ialah kalimat yang berisi informasi pokok dalam struktrur inti, belum mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa penambahan unsur seperti penambahan keterangan kalimat ataupun keterangan subjek, predikat, objek, ataupun pelengkap. Kalimat dasar dapat dibedakan ke dalam delapan tipe sebagai berikut.
1.       Kalimat Dasar Berpola S P
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan. Misalnya:
-          Mereka / sedang berenang. = S / P(Kata Kerja)
-          Ayahnya / guru SMA. = S / P (Kata Benda)
-          Gambar itu / bagus.= S / P (Kata Sifat)
-          Peserta penataran ini / empat puluh orang. = S / P (kata bilangan)

2.       Kalimat Dasar Berpola S P O
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan objek. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba transitif, dan objek berupa nomina atau frasa nominal. Misalnya:
-          Mereka / sedang menyusun / karangan ilmiah. = S /P / O

3.       Kalimat Dasar Berpola S P Pel.
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif atau kata sifat, dan pelengkap berupa nomina atau adjektiva. Misalnya:
-          Anaknya / beternak / ayam. = S / P / Pel.

4.       Kalimat Dasar Berpola S P O Pel.
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan pelengkap berupa nomina atau frasa nominal. Misalnya:
-          Dia / mengirimi / saya / surat. = S / P / O / Pel.

5.       Kalimat Dasar Berpola S P K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, dan harus memiliki unsur keterangan karena diperlukan oleh predikat. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
-          Mereka / berasal / dari Surabaya. = S / P / K

6.       Kalimat Dasar Berpola S P O K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. subjek berupa nomina atau frasa nomina, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
-          Kami / memasukkan / pakaian / ke dalam lemari. = S / P / O / K

7.       Kalimat Dasar Berpola S P Pel. K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, pelengkap, dan keterangan. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif atau kata sifat, pelengkap berupa nomina atau adjektiva, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya :
-          Ungu / bermain / musik / di atas panggung. = S / P / Pel. / K

8.       Kalimat Dasar Berpola S P O Pel. K
Kalimat dasar tipe ini memiliki unsur subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, objek berupa nomina atau frasa nominal, pelengkap berupa nomina atau frasa nominal, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Misalnya:
-          Dia / mengirimi / ibunya / uang / setiap bulan. = S / P / O / Pel. / K

  III.            Macam-Macam Kalimat
1.        Berdasarkan Nilai informasinya (sasaran atau tujuan yang akan di capai)
a.       Kalimat berita : suatu bentuk kalimat yang menyatakan suatu pernyataan berita atau peristiwa yang perlu diketahui sendiri atau orang lain.
              Contoh : 
o   Pemerintah menunda kenaikan harga BBM.
o   Kenaikan harga BBM diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok.
o   Demo kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh mahasiswa di beberapa daerah mengakibatkan kerusakan beberapa fasilitas umum.
               
b.      Kalimat Tanya : suatu bentuk susunan kalimat yang sebenarnya belum lengkap dikarenakan kalimat tersebut memerlukan suatu jawaban sebagai bagian dari kalimat yang dimaksud. Contoh :
o   Kapan akan dilaksanakan pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017?
o   Siapakah pemenang Indonesian Idol tahun 2012?
o   Apakah perbedaan pertamax dengan premium?

c.       Kalimat perintah : merupakan bentuk susunan kalimat yang menyatakan perintah atau suruhan yang harus dikerjakan oleh orang kedua dan hubungannya erat sekali.
1.       Suruhan
Contoh : Buanglah sampah pada tempatnya.
2.       Permintaan
Contoh : Mohon untuk dating langsung ke kantor Sriwijaya Air untuk melakukan penambahan biaya perubhan jadal penerbangan.
3.       Larangan 
Contoh: Jangan makan sambil berjalan.
4.       Kalimat ajakan
Merupakan bentuk susunan kalimat yang sebenarnya juga merupakan kalimat perintah yang diperluas dan erat hubungannya dengan orang kedua. Contoh:
Mari kita cegah bahaya penggunaan rokok bagi perokok pasif maupun aktif.
Ayo kita laksanakan program kebersihan lingkungan di desa ini.
5.       Kalimat pengandaian
                                Contoh : Andaikan saya memiliki banyak uang, saya ingin megajak Ibu saya naik haji.
6.       Kalimat harapan : kalimat yang isinya mengharap suatu hal.
Contoh : Semoga amal perbuatan beliau diterima disisi–Nya.

2.       Berdasarkan diathesis kalimat
a. Kalimat aktif (subyek melakukan perbuatan) : bentuk kalimat yang subyeknya melakukan pekerjaan  yang mengenai langsung terhadap obyeknya.
b. Kalimat pasif : suatu bentuk kalimat yang mana subyeknya dari klimat tersebut menderita.

3.       Berdasarkan urutan kata
     a. Kalimat normal ( subyak mendahului predikat)
     b. Kalimat inverse (prediakayt mendahului obyek)

4.       Berdasarkan jumlah inti yang menbentuknya
     a. Kalimat minor (hanya mengadung stau inti)
     b. Kalimat mayor (mengandung lebih dari satui inti)

5.       Berdasarkan pola-pola dasar
    a. Kalimat inti : kalimat yang terdiri dari inti subyek dak inti predikat.
    b. Kalimat luas (peluasan dari kalimat inti)
    c. Kalimat transformasi (peubahan dari Kalimat inti)

Daftar Pustaka
-          Juandesmavo. 2013. "Pengertian Kaliamat,Unsur-Unsur dan Pola Kalimat". https://bloggueblog.wordpress.com/2013/01/24/pengertian-kalimat-unsur-unsur-dan-pola-kalimat/ (diakses 19 Oktober 2015)
-          Kelas Indonesia. 2015. "Definisi dan Contoh Kalimat SPOK yang Benar". http://www.kelasindonesia.com/2015/02/definisi-dan-contoh-kalimat-spok-yang-benar.html (diakses 19 Oktober 2015)
-          Albarsany,Nurkholis. 2012. "Macam-Macam Kalimat". http://kholiscollection.blogspot.co.id/2012/04/macam-macam-kalimat.html (diakses 19 Oktober 2015)


Jumat, 02 Oktober 2015

Persamaan Kata

DIKSI (PILIHAN KATA)
1.       PENGERTIAN DIKSI
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.
Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya.
Jika dilihat dari kemampuan pengguna bahasa, ada beberapa hal yang mempengaruhi pilihan kata, diantaranya :
·         Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
·         Kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
·         Menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.

2.       KESESUAIAN DIKSI
Perbedaan ketepatan dan kecocokan pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan berupa perbedaan tata bahasa,pola kalimat, panjang atau kompleknya suatu alinea, dari beberapa segi lain. Perbedaan antara ketepatan dan kesesuaian dipersoalkan adalah apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam sebuah kesempatan dan lingkungan yang kita masuki.
a.       Syarat-Syarat Kesesuaian Diksi
Syarat-syarat kesesuaian diksi adalah sebagai berikut:
·         Hindarilah sejauh mungkin bahasa aatau unsur substandard dalam situasi yang formal.
·         Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata popular.
·         Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
·         Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang
·         Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
·         Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
·         Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artfisial.
Hal-hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam bagian-bagian di bawah ini :
1.       Bahasa Standar dan Sub Standar
Bahasa standar adalah semacam bahasa yang dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli bahasa, ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, dan lain sebagainya.
Bahasa non stsndar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak di pakai dalam tulisan. Kadang unsur ini digunakan juga oleh para kaum pelajar dalam bersenda gurau, dan berhumor. Bahasa non stadar juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar. Bahasa standar lebih efektif dari pada bahasa non standar. Bahasa non standar biasanya cukup untuk digunakan dalam kebutuhan-kebutuhan umum.
2.       Kata Ilmiah dan Kata Populer
Pilihan kata dalam hubungan dengan kesempatan yang dihadapi seseorang dapat dibagi atas beberapa macam kategori salah satunya adalah kata-kata ilmiah melawan kata-kata populer. Bagian terbesar dari kosa kata sebuah bahasa terdiri dari kata-kata yang umum yang dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik yang terpelajar maupun orang atau rakyat jelata. Maka kata ini dinamakan kata-kata populer. Kata-kata ini juga dipakai dalam pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, dan dalam diskusi-diskusi ilmiah.
Contoh:
·         Kata populer kata ilmiah
·         Sesuai Harmonis
·         Pecahan Fraksi
·         Aneh Eksentrik
·         Bukti Argumen
·         Kesimpulan konklusi
3.       Jargon
Kata jargon mengandung beberapa pengertian. Jargon adalah suatu bahasa,dialek, atau struktur yang dianggap kurang sopan atau aneh tetapi istilah itu dipakai juga untuk mengacu semacam bahasa atau dialek hybrid yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dan sekaligus dianggap sebagai bahasa perhubungan atau lingua franca. Jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Oleh karena jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam sebuah tulisan umum.
4.       Kata Percakapan
Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-orang yang terdidik. Pengertian percakapan ini disini sama sekali tidak boleh disejajarkan dengan bahasa yang tidak benar, tidak terpelehara atau tidak disenangi.
Bahasa percakapan yang dimaksud disini lebih luas dari pengertian kat-kat populer, kata-kata percakapan mencakup pula sebagian kata-kata ilmiah yang biasa dipakai oleh golongan terpelajar.
5.       Kata Slang
Kata slang adalah kata-kata non standar yang disusun secara khas; bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadang kala kata slang yang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja. Kata-kata slang sebenarnya bukan hanya terdapat pada golongan terpelajar, tetapi juga pada semua lapisan masyarakat.
6.       Idiom
Idiom adalah pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya, misalnya: seorang asing yang sudah mengetahui makna kata makan dan tangan, tidak akan memahami makna perasa makan tangan. Siapa yang berfikir bahwa makan tangan sama artinya dengan kena tinju atau beruntung besar ? dan selanjutnya idiom-idiom yang menggunakan kata makan seperti: makan garam, makan hati, dan senagainya.
7.       Bahasa Artifisial
Yang dimaksud dengan artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.
Artifisial :
·         Ia mendengar kepak sayap kalelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan,
·         karena angin kepada kemuning.
·         Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan
·         bima sakti yang jauh.
·         Biasa Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun.
·         Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.

3.       FUNGSI DIKSI

Fungsi dari diksi antara lain :
·         Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
·         Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
·         Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
·         Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
Macam macam hubungan makna :
1.       Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.
2.       Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.
3.       Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4.       Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5.       Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.
6.       Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.
7.       Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
8.       Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna. Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
·         Makna Leksikal :  makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
·         Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.
·         Makna Referensial dan Nonreferensial : Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
·         Makna Denotatif dan Konotatif :Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.  Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
·         Makna Konseptual dan Makna Asosiatif : Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
·         Makna Kata dan Makna Istilah : Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan.  Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
·         Makna Idiomatikal dan Peribahasa : Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.  Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa .
·         Makna Kias dan Lugas : Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat, seperti :
·         Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan.
·         Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya.
·         Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
·         Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan kawanku. Udara disana sangat sejuk. Kami bermain bola air sampai tak terasa hari sudah sore. Kamipun pulang tak lama kemudian.
·         Liburan tahun ini Aku dan kawanku berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai disana kami sudah disambut oleh semilir angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau kalah untuk menyambut kedatangan kami. Kami menghabiskan waktu sepanjang hari disana, kami pulang.
1.      Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif. Contoh :
Adik makan nasi.
Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul. Contoh :
Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain “Jam tangan pak Slesh bagus yah”.
Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji
2.      Makna Umum dan Khusus
 Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang-lingkupnya.
·         Makin luas ruang-lingkup suatu kata, maka makin umum sifatnya. Makin umum suatu kata, maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaannya.
·         Makin sempit ruang-lingkupnya, makin khusus sifatnya sehingga makin sedikit kemungkinan terjadinya salah paham dalam pemaknaannya, dan makin mendekatkan penulis pada pilihan kata secara tepat.
Misalnya:
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair  atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki dan ikan mas. Dalam hal ini kata acuannya lebih luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, tawes, dan ikan mas.
3.      Kata abstrak dan kata konkret.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca-indra disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak mudah diserap panca-indra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan. Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.
4.      Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis sama benar.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
5.      Kata Ilmiah dan kata popular
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi, tesis maupun desertasi.

Daftar Pustaka
Khunaifi, Aan. 2014. “Diksi atau Pemilihan kata”. http://imstuff-it.blogspot.co.id/2014/10/diksi-atau-pemilihan-kata.html (diakses 3 Oktober 2015)
2012. “Diksi :pengertian dan macam-macamnya”. https://disclamaboy.wordpress.com/2012/11/02/diksi-pengertian-dan-macam-macamnya/ (diakses 3Oktober 2015)



Macam-Macam Penggunaan Bahasa Indonesia


1.      Ragam/Variasi Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
1.1  Macam – Macam Ragam Bahasa

a.      Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media
Di dalam bahasa Indonesia di samping dikenal kosakata baku Indonesia dikenal pula kosakata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosakata baku bahasa Indonesia baku. Kosakata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku.
Jadi, kosakata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosakata ragam baku di dalam pemakaian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :
·         Ragam bahasa lisan
Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan :
-  Memerlukan orang kedua/teman bicara
- Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu
- Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh
- Berlangsung cepat
- Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu
- Kesalahan dapat langsung diperiksa
- Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama berbicara atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato atau pun ceramah.
·         Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau pun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dan lain-lain. Dalam ragam bahasa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah. Ciri Ragam Bahasa Tulis :
1    Tidak memerlukan kehadiran orang lain
2    Tidak terikat ruang dan waktu
3.   Kosakata yang digunakan dipilih secara cermat
4.   Pembentukan kata dilakukan secara sempurna
5.   Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap
6.   Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
7.   Berlangsung lambat
8.   Memerlukan alat bantu
b.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
·         Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dan lain-lain.
·         Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
·         Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1.  Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2.    Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3.    Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.    Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
c.       Ragam Bahasa menurut Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.
2.      Ciri-Ciri Ragam Bahasa Ilmiah
Ragam ilmiah ialah ragam bahasa keilmuan, yaitu corak dan ciri bahasa yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah harus dapat  menjadi wahana  pemikiran ilmiah yang tertuang dalam teks karya ilmiah. Ciri ragam bahasa ilmiah dan dalam bahasa Indonesia diuraikan berikut ini:
a.      Struktur kalimat jelas dan bermakna lugas.
b.      Struktur wacana bersifat formal, mengacu pada standar konvensi naskah.
c.       Singkat, berisi analisis dan pembuktian menyajikan konsep secara lengkap.
d.      Cermat dalam menggunakan unsur baku istilah/kata, ejaan, bentuk kata, kalimat, paragraf, wacana.
e.      Cermat dan konsisten menggunakan penalaran dari penentuan topik, pendahuluan, deskripsi teori, deskripsi data, analisis data, hasil analisis sampai dengan kesimpulan dan saran.
f.        Menggunakan istilah khusus yang bersifat teknis dalam bidang ilmu tertentu
objektif dapat diukur kebenarannya secara terbuka oleh umum, menghindarkan bentuk persona dan ungkapan subjektif.
g.      Konsisten dalam pembahasan topik, sudut pandang, pendahuluan, landasan teori, deskripsi data, analisis data, hasil analisis, sampai kesimpulan dan saran.

Daftar Pustaka
Cahyani, Khanifa. 2013. “Penggunaan Bahasa Indonesia Sehari-Hari”. http://hanyhanhan.blogspot.co.id/2013/09/penggunaan-bahasa-indonesia-sehari-hari.html (diakses 3 Oktober 2015)
Irfansyah, Dendi. 2013. “Analisa Ragam Bahasa”. http://dendiirfansyah.blogspot.co.id/2013/11/analisa-ragam-bahasa.html (diakses 3 Oktober 2015)
Susilo, Edi. 2014. “Ragam Bahasa, Ragam Bahasa Ilmiah, Ragam Bahasa Sastra, Ragam Bahasa Bisnis, Ragam Bahasa Filosof, dan Ragam Bahasa Jurnalistik”. http://edisusilo09071991.blogspot.co.id/2014/11/ragam-bahasa-ragam-bahasa-ilmiah-ragam.html (diakses 3 Oktober 2015)